jump to navigation

Surat Politik Bambang Haryanto (2) March 16, 2009

Posted by Iklan Politik in tulisan kontributor.
Tags: ,
4 comments

Pengantar: Pengelola Blog “Iklan Politik” mendapat  kiriman sejumlah tulisan dari Bambang Haryanto. Tulisan yang merupakan surat pembaca di Harian Suara Merdeka itu akan dimuat menjadi dua seri. Ini adalah seri kedua.

Surat 5: Caleg-Caleg Kita Yang Narsistik

“Pemasaran diri sendiri,” kata ahli pemasaran Al Ries dan Jack Trout dalam bukunya Horse Sense : The Key to Success Is Finding a Horse to Ride (1991), “merupakan aktivitas pemasaran yang terpenting sekaligus yang paling sulit.” Ketika melakukan perjalanan darat Wonogiri-Tasikmalaya  pulang-pergi (17-18/1/2009), sambil mengamati dan memotret beragam papan peraga kampanye para calon legislatif kita, kiranya pendapat Ries dan Trout itu benar adanya.

Kesimpulannya, sebagian besar para caleg itu tidak memahami strategi komunikasi pemasaran. Sehingga yang menonjol adalah sikap narsis, nafsu pemujaan terhadap diri mereka sendiri dan partai mereka. Yang mereka tonjolkan adalah nama partai, nomor partai, daerah pemilihan, nomor urut dirinya, foto, lalu janji-janji dan slogan kampanye mereka. Pesan-pesan mereka justru kebanyakan tidak berorientasi kepada sudut pandang sasaran kampanye mereka, yaitu para konstituen. Konstituen hanya diminta maklum akan janji-janji atau mantra-mantra “jual kecap” mereka. Pendekatan tersebut berakibat fatal.

Dalam dunia komunikasi dikenal rumus WIIFM (What’s In It For Me). Sekadar contoh, etika menerima surat, sebelum membuka amplop, di benak Anda secara naluriah segera muncul pertanyaan WIIFM itu : adakah isi surat ini yang penting dan bermanfaat bagiku ? Isi surat yang tidak memenuhi harapan itu, tentu saja mengecewakan penerimanya. Rumus ini berlaku universal. Kesimpulan saya : dalam  berkomunikasi saja para caleg itu nampak kemaruk mementingkan diri mereka sendiri, apalagi bila kelak telah terpilih ?

Surat 6: Partai Pemaku Pohon

Pelajar mencabuti paku-paku di pohon. Aksi sederhana dan konkrit dalam menjaga kelestarian lingkungan itu telah dilakukan oleh pelajar SMA St Yosef di Solo dan pelajar SMK 1 Pancasila di Wonogiri (16/7/2008).  Iktikad baik mereka itu pantas mendapatkan apresiasi, sekaligus mendapatkan tantangan. Karena kita lihat semakin “brutal”-nya pelbagai fihak dalam memanfaatkan pohon di jalan-jalan utama kota sebagai tempat pelbagai mereka memajang sarana kampanye dan promosi.

“Kalau sarana kampanye itu milik partai, kami tak berani,” demikian salah seorang guru SMK 1 Pancasila Wonogiri yang saya temui. Pendapat itu terkait realitas bahwa di Wonogiri saat ini menonjol bendera partai “H” telah dipakukan pada puluhan pohon pada jalan-jalan utama kota kecil ini. Kita kuatir 33 partai lainnya akan mengikuti jejaknya. Belum lagi pelbagai lembaga pendidikan asal Solo (AlfB, ATW, FjG), Sukoharjo (LPK Ao), dari Wonogiri sendiri (Akb SGH, GCC, Salon Drb) dan banyak lagi fihak lainnya, ikut pula menyiksa pohon-pohon tak berdosa itu.

Semoga aksi pelajar-pelajar di atas mampu mengetuk pelbagai fihak mau berpikir mencari cara berpromosi yang lebih mencintai lingkungan.

Surat 7: Caleg Tidak Mendengar

Hai rakyat, dengarkanlah dan ikuti kata-kataku. Percayai janji-janjiku, dan pilihlah aku. Begitulah inti pesan dari berderet papan peraga kampanye para caleg yang bertebaran di jalanan. Mereka seolah  berada di atas, mengira rakyat itu ibarat botol kosong, tidak cerdas dan mudah mengikuti apa saja kata mereka. Persepsi itu salah besar. Mereka harusnya mau belajar dari ujaran Rebbeca MacKinnon, seorang blogger dan peneliti di Universitas Harvard yang mantan wartawan CNN di Beijing dan Tokyo.

Ia bilang, seseorang lebih  mampu menyerap dan mengelaborasi kembali informasi secara lebih mendalam bila yang bersangkutan dilibatkan dalam diskusi mengenai materi tersebut. Bahkan mereka memiliki pemahaman lebih mendalam lagi bila dirinya mampu menuliskan opini tentang hal bersangkutan di ruangan publik.

Untuk mensosialisasikan pemilu dan individu caleg bersangkutan, kalau saja saya seorang birokrat KPU/KPUD atau  caleg dan birokrat partai, akan saya ajari rakyat untuk menulis di beragam media. Baik artikel atau surat-surat pembaca di media massa, atau pun di blog-blog di Internet. Termasuk membebaskan mereka untuk menuliskan kritik untuk para caleg bersangkutan.

Dengan demikian maka papan peraga kampanye di jalanan itu bukan sebagai media indoktrinasi, searah, yang membodohi rakyat. Tetapi lebih merupakan undangan awal bahwa caleg bersangkutan bersedia membuka telinga untuk mendengar aspirasi rakyat.

Biodata: Bambang Haryanto adalah Ketua Epistoholik Indonesia dan seorang blogger yang amat tekun. Direktori blog yang dikelolanya bisa dilihat di sini: Buka Buka Beha.

Baca juga Surat Politik Bambang Haryanto (1)

Surat Politik Bambang Haryanto (1) March 3, 2009

Posted by Iklan Politik in tulisan kontributor.
Tags: ,
3 comments

Pengantar: Pengelola Blog “Iklan Politik” mendapat  kiriman sejumlah tulisan dari Bambang Haryanto. Tulisan yang merupakan surat pembaca di Harian Suara Merdeka itu akan dimuat menjadi dua seri.

Surat 1: Caleg Yang Tidak Mendidik

Papan nama itu berisi tempelan beragam informasi. Dari lowongan pekerjaan, pelatihan blog, promosi real estat, kursus, seminar, sampai arisan sepeda motor. Tertempel di sebuah kios fotokopi di Wonogiri, yang semakin hari kapling halamannya semakin bertambah dengan info-info yang makin beragam pula. User generated content (UGC), demikian istilah dari dunia Internet untuk fenomena papan nama tersebut.

Para caleg seyogyanya memperkaya kampanyenya dengan cara UGC ini. Di kantor partai atau rumahnya, mereka dapat mendirikan papan informasi untuk  masyarakat setempat. Diri mereka tampil sebagai hub, pusat persilangan informasi yang bersifat lokal,  yang tentu saja relevan dengan kebutuhan konstituennya. Prakarsa yang mendidik dan memberi manfaat ini jelas merupakan kampanye yang memiliki keunggulan tersendiri ! (more…)